Peristiwa ini terjadi sekitar setahun yang lalu, waktu aku masih kuliah di PTN di kota X. Aku bersama 6 temanku, kost di sebuah rumah bersama pemiliknya. Empat kamar ada di bagian belakang rumah, sedangkan dua kamar di bagian samping rumah. Karena aku penghuni baru, maka terpaksa aku menempati kamar yang di bagian samping rumah. Letaknya memang strategis. Untuk keluar rumah, aku tinggal melangkah beberapa meter melewati pintu keluar. Praktis memang, tapi rawan. Karena itulah hanya aku yang selalu mengunci pintu kamar setiap kali pergi. Sedangkan teman-temanku tidak perlu, karena antara kamarku dan kamar mereka masih ada satu pintu lagi.
Oh iya, di sebelah kamarku masih ada satu kamar lagi yang ditempati karyawan bar. Karena tugasnya selalu malam hari, maka waktu malam hari aku seperti tinggal sendirian, tidak seperti teman-temanku yang di bagian dalam rumah. Namun justru karena sepi akhirnya aku mengalami masa-masa indah dalam hidupku. Ceritanya begini..
Toto yang tinggal di kamar sebelah mempunyai kakak perempuan. Namanya Henny. Dia kuliah di kota Q jurusan pariwisata. Tugas kuliah membuat dia sementara ikut adiknya. Maklum kota tempatku kuliah terkenal dengan daerah pariwisata. Sehingga data-data yang dia butuhkan akan mudah dia dapatkan.
Hari pertama sampai hari kelima hubunganku dengan Henny biasa-biasa saja. Kami hanya saling senyum. Barulah hari keenam kami mulai dekat. Itu saja tidak sengaja. Hari itu aku pulang jam 11 malam. Ternyata, Henny masih sibuk dengan tugasnya.
"Kok belum tidur. Masih banyak ya tugasnya..?" tanyaku.
"Iya nih. Mana belum diketik lagi." jawabnya.
"Perlu dibantu nggak?" aku menawarkan jasa.
"Boleh make komputernya nggak? Kalo bisa sih sekarang, biar besok bisa dikirim."
"Boleh aja" jawabku, "Tapi ngetik sendiri bisa, kan. Aku udah ngantuk."
Dia menggangguk sambil tersenyum.
Tiba-tiba dia menyalami dan mencium tanganku. Aku pun refleks membalasnya dengan mencubit pipinya. Dia tidak marah, malah menarik hidungku. Benar-benar bikin gemas. Hih..
Paginya aku bangun jam empat. Ada yang aneh dengan kasur yang kutiduri. Barulah aku sadar kalau semalam kami tukar tempat tidur. Aku segera keluar dan pasang telinga. Sukurlah yang lain masih tidur. Aku menghampiri kamarku. Kuketuk pintunya tiga kali tidak ada jawaban. Akhirnya kuberanikan diri membuka pintunya. Toh ini kamarku.
Aku menahan napas melihat keadaan kamarku. Sungguh aku hampir-hampir tidak percaya. Seperti mimpi saja aku ini. Henny tidur telentang di depan komputerku. Kimono yang dikenakannya terbuka dari atas sampai bawah. Dia tidak mengenakan BH. Buah dadanya yang besar terpampang indah seperti dua buah gunung yang menjulang. Belum lagi, oh..!
Aku tersadar, aku belum menutup pintu. Segera setelah aku menutup pintu, mataku kembali menjelajah tubuh Henny yang putih mulus tanpa penutup. Tapi aku tidak dapat melihat vaginanya. Kakinya agak merapat, sehingga aku hanya dapat melihat bulu-bulu halus yang menutupinya. Tapi itu sudah untung. Dadaku berdebar-debar. Penisku mulai mengencang. Gairah mulai naik. Aku ingin sekali telanjang dan menikmati tubuh mulus ini. Tapi hari sudah pagi. Sebentar lagi yang lain pasti bangun. Belum lagi reaksi Henny. Sungguh penuh dengan resiko.
Akhirnya aku mengurungkan niatku. Kutahan gejolak birahiku. Tapi aku tidak ingin kehilangan kesempatan. Aku berlutut. Henny masih pulas. Kemudian tatapanku terpaku pada buah dada yang montok. Sungguh meskipun telentang, tapi bentuk indahnya tidak hilang. Benar-benar indah sekali. Tanganku gatal ingin meremasnya.
Dengan menahan napas kusentuh puting yang masih berwarna merah itu dengan ujung jariku. Tidak ada reaksi. Henny tetap pulas. Sekali lagi kusentuh putingnya, kali ini jariku berputar-putar mempermainkan putingnya. Kemudian melebar ke daerah yang lebih terang dan terus sampai menyentuh kulit payudara. Oh.. halus sekali. Akhirnya aku tidak sabar. Dengan kelima jariku aku mengelus-elus buah dadanya.
Sementara tangan kananku sibuk meraba-meraba payudaranya, tangan kiriku meluncur ke bawah menyisir bulu kemaluannya. Tubuhku panas, tidak kuat menahan gejolah. Kini aku sudah tidak ambil pusing. Kudekatkan wajahku, kujulurkan lidahku menyentuh puting satunya. Aku diam sebentar. Ternyata tidak ada reaksi. Kini aku lebih berani. Lidahku mulai berputar-putar mengitari puting yang merah itu. Bahkan sesekali aku mengulumnya dengan pelan. Kuremas dengan lembut buah dada yang montok itu.
"Nghh.." terdengar rintihan pelan.
Aku tidak perduli. Aku terus asyik dengan kulumanku. Aku mulai berani menyedotnya tapi pelan. Bahkan jariku yang mengelus bulu kemaluannya, kini mulai merambat ke celah-celah vaginanya. Aku berharap dia membuka pahanya. Tapi harapanku sia-sia. Ah coba kubuka saja pahanya pelan-pelan, siapa tahu aku berhasil.
Sambil berpikir mencari cara, aku tidak lagi mengulum putingnya, tapi menyusuri perutnya yang putih dan terus sampai lidahku menyentuh bulu kemaluannya. Kumasukkan kedua tanganku ke celah pahanya. Sedikit memaksa aku berusaha membuka pahanya. Akhirnya aku berhasil juga membukanya. Meskipun tidak selebar yang kuharapkan, tapi lumayan. Aku tetap memegangi kedua pahanya agar tidak menutup. Dengan ujung lidahku aku menembus bulu-bulu yang menutupi kelentitnya.
"Ngghh.. nghh.." rintihannya lebih keras dari yang pertama. Bahkan pantatnya ikut bergoyang.
Apakah dia terangsang? Tiba-tiba pahanya terbuka lebar. Dalam hati aku bersorak gembira. Kini aku berputar dan berjongkok menghadap vagina yang merah menganga. Setelah kupandangi vaginanya dengan penuh kagum, aku mulai beraksi lagi. Kini tidak lagi dengan ujung lidah tapi dengan semua lidahku.
Gairahku sudah tidak tertahankan. Penisku sudah tegang. Aku berdiri mengagumi tubuh indah yang merangsang birahiku. Kulepas kaosku, kemudian menyusul celana panjangku, sampai akhirnya aku telanjang bulat. Kemudian aku merangkak di atas tubuh Henny. Kugesek-gesekkan ujung penisku. Henny menggelinjang sambil merintih. Pantatnya bergoyang ke kiri ke kanan mengikuti irama gesekanku. Hebat, sambil tidur saja dapat merasakan rangsangan. Buktinya ujung penisku saja sampai basah.
Kuarahkan penis yang sudah tegang ini ke mulut vagina. Penisku yang sudah licin mengarah tepat di depan lubang vaginanya. Kudorong sedikit pantatku. Entah sengaja atau tidak paha Henny terbuka lagi semakin lebar. Kudorong lagi pelan-pelan. Aku merasakan penisku sudah masuk sekitar 2 cm.
Tok.. tok.. tok..
"Mas, ada telepon dari Kakak.." suara Ibu kos memanggilku. Wah gawat.
"Ya sebentar.." jawabku.
Spontan aku berdiri, kusambar sarung yang terlipat di kursi.
Setelah kumatikan lampu, segera kubuka pintu dan kututup dengan cepat. Aku tidak perduli suara keras akan membangunkan semua penghuni rumah termasuk Henny. Dalam hati aku kesal. Di saat-saat menentukan malah ada provokator. Pagi-pagi begini kok telpon. Kurang ajar. Hush gitu-gitu kakakku.
Sekembalinya terima telpon, Henny sudah tidak ada. Mungkinkah dia tahu apa yang kuperbuat. Ah biar saja. Salah sendiri posisinya merangsang. Aku khan laki-laki normal. Apalagi momennya memang menentukan sekali. Gara-gara telpon kurang ajar itu aku jadi kehilangan kesempatan.
Jam lima, tapi langit masih gelap. Berkas-berkas milik Henny masih berserakan di depan komputer. CPU masih menyala. Rupanya semalam dia tertidur. Iseng saja kugeser mousenya. Aku penasaran. Sudah seberapa banyak dia ngetiknya. Tapi lagi-lagi aku terkejut. Dari monitor aku tahu dia habis nyetel CD. Dan aku semakin terkejut ternyata CD yang dia setel adalah CD porno yang kupinjam kemarin. Dari mana dia tahu. Jangan-jangan masih tersimpan di CD-room waktu kusetel kemarin. Aku tersenyum. Rupanya dia juga suka dengan CD porno. Baiklah kalau begitu. Sekarang aku tidak perlu terkejut lagi, bahkan kalau suatu saat terbukti dia sudah tidak perawan.
Tok.. tok.. tok.. pintu kamarku diketuk.
Ada apa lagi ini. Belum sempat aku beranjak, Henny masuk dengan gaun yang dia kenakan tadi. Bedanya dia sudah pake BH dan CD.
"Mau ngambil berkas, Mas..?" katanya.
Sementara dia menata berkasnya aku beranjak ke meja, mengambil tas. Aku ingin melihat reaksi Henny dengan CD satunya. Setelah kudapatkan CD-nya, segera saja kusetel. Adegan pertama masih biasa saja. Henny pun nampaknya cuek saja. Adegan berikutnya membuat jantungku berdegub kencang. Dua pria sama satu wanita. Pria yang satu duduk di sofa. Si wanita merangkak di depannya. Penisnya dikocok dan dikulum dengan penuh nafsu. Sementara pria yang satu memasukkan penisnya dari arah belakang. Sambil meremas pantat si wanita dengan gerakan maju mundur, si pria menusuk-nusuk vaginanya. Terdengar erangan-erangan yang menaikkan birahi.
Penisku mulai tegang lagi. Henny mulai terusik. Berkali-kali matanya melihat ke arah layar. Napasnya pun mulai tidak teratur.
"Henny.. coba lihat .." kataku.
Aku berdiri di hadapannya. Sarung yang melilit tubuhku kulepas begitu saja. Penisku terayun bebas. Henny melihat ke penisku. Dia terkejut tidak menyangka aku akan telanjang di depannya. Dia memandangku, tapi sesekali dia melirik ke penisku. Apalagi saat penis yang semakin tegang ini kukocok-kocok. Setiap kali matanya melihat penisku, dia selalu menelan ludah. Kini dia lebih sering melihat penisku daripada mataku. Napasnya yang ridak beraturan menandakan dia juga terangsang.
Aku berjalan mendekatinya. Sehingga penisku persis di depan wajahnya. Kuayunkan penisku ke depan agar mengenai wajahnya. Henny berdiri menghindar. Tapi aku segera meraih tangannya dan membimbing ke arah penisku. Dia berusaha menahan tangannya. Ketika tangannya menyentuh penisku barulah dia pasrah. Dia memandangku. Kugesek-gesekkan punggung tangannya ke penisku.
"Hhh.. pegang donk..!" aku mengharap dia meremas penisku.
Tangannya yang lembut meraih penisku. Dia meremas pelan. Itu saja sudah membuatku tidak berdaya. Aku berusaha memeluk tubuhnya. Tapi dia menggelengkan kepalanya.
Tiba-tiba dia berlutut. Matanya menatap penisku. Dia melirikku. Ada senyum tersungging di sudut bibirnya. Kesempatan emas buatku. Kusorongkan penisku ke wajahnya. Matanya terpejang saat penisku menyentuh pipinya. Tangannya yang lembut menangkap penisku. Diciumnya penisku beberapa kali. Penisku semakin tegang saja.
Setelah dia puas mencium seluruh bagian penisku, dia membuka mulutnya. Pelan tapi pasti penisku dilahapnya. Lidahnya yang hangat berputar, melumat penisku.
"Oohh.. sshh.." aku hanya dapat merintih menikmati hangatnya kuluman mulutnya.
Kemudian dia menarik mulutnya. Bibirnya menjepit batang penisku.
"Auu.. Heenn..!" dia melepaskan kulumannya, tapi kemudian melahap lagi penisku.
Sekarang dia menjepit kencang penisku. Tidak hanya itu. Penisku disedot-sedot dan dikocok-kocok.
"Auu.. sshh.. uuhh..!" aku benar-benar tidak berdaya.
Penisku semakin keras saja. Sementara Henny semakin menggila. Dia semakin keras mengocok penisku. Dia semakin kuat menyedot penisku. Dia semakin cepat menggerakkan kepalanya.
"Auu.. oohh.. Heenn..!" eranganku tidak membuat dia berhenti. Justru dia semakin bertambah nafsu.
Aku sudah tidak tahan lagi. Aku hampir keluar.
"Hennyy.. crroott.. ccroott.. croott.. aouhh.. oohh..!" spermaku menyembur ke mulutnya.
Sebagian malah ada yang ke wajahnya. Kakiku lemas. Oohh.. aku duduk meluruskan kaki. Henny tersenyum penuh kemenangan. Disekanya sperma yang membasahi wajahnya. Kemudian dia keluar sambil membawa berkas-berkasnya. Tinggal aku sendirian yang tergolek lemas tidak berdaya. Kulihat sudah jam lima lewat. Aku terpaksa memperpanjang tidurku tentunya setelah kukunci pintu kamarku.
Aku terbangun ketika ada seseorang yang menyusupkan kertas dari bawah pintu. Ternyata dari Henny.
Isinya:
Maafkan Henny ya, Mas, atas kelancangan Henny nyetel CD yang Mas punya tanpa ijin. Dan Henny juga minta maaf atas kejadian tadi pagi. Henny harap peristiwa itu jangan membuat Mas menganggap Henny murahan. Jujur saja gara-gara lihat CD porno, Henny jadi nggak bisa nahan diri. Sekali lagi, maafkan Henny.
-HENNY-
Jam enam sore Henny pulang. Dia diantar temannya. Kebetulan waktu itu aku di depan kamar. Henny langsung menyapaku dan mengenalkan temannya. Namanya Susi. Wajahnya memang cantik, tapi sayang buah dadanya kecil.
"Kok baru pulang..?" tanyaku.
"Ini aja musti berangkat lagi." jawabnya.
"Kamu mau berangkat lagi?" tanyaku.
"Iya.." jawabnya singkat.
Kemudian Henny memandangku dengan wajah memelas, "Mas, bantuin Henny ngetik, donk..!"
Sebenarnya aku ingin menolak. Tapi karena tadi pagi dia mengabulkan keinginanku, akhirnya aku mengiyakan. Lagian siapa lagi yang dapat membantu. Toto tidak bisa karena dia harus kerja. Teman-teman kost juga tidak mungkin. Ya sudah, aku saja.
Jam sepuluh malam tepat. Tinggal 7 halaman lagi yang belum kuketik. Padahal mataku sudah mulai lelah. Ingin rasanya aku tidur saja. Biarlah kuteruskan besok pagi saja. Tapi aku tidak enak sama Henny. Dia khan sudah memberikan kenikmatan tadi pagi. Meskipun hanya mengulum penisku, tapi aku dibuatnya lemas.
Ingatanku jadi terbayang pada Henny. Tubuhnya yang putih mulus, buah dadanya yang montok, juga vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Andaikan tidak ada panggilan telpon, aku tentu sudah merasakan kehangatan tubuhnya. Meremas-remas buah dadanya, mengulum putingnya, melahap vaginanya. Bayangan keindahan tubuhnya membuat penisku langsung bangkit. Sarung yang melilit tubuhku tidak mampu menahan desakan penisku.
Suara bisik-bisik membuyarkan lamunanku. Dari balik korden aku melihat Henny dan Susi berdiri di depan pintu kamarku. Mereka melihatku kemudian tersenyum. Tanpa kupersilakan, Henny membuka pintu dan menarik Susi masuk ke kamarku. Mereka melihatku, tidak menatap mataku, tapi memperhatikan tonjolan di balik sarungku. Karena ada Susi, aku langsung duduk menghadap komputer. Kukatakan padanya tinggal 6 halaman lagi. Henny menjawab tidak apa-apa. Kemudian dia bilang katanya dia kecapean, jadi tidak dapat membantu mengetik, Susi yang mau membantu. Setelah itu mereka pindah ke kamarnya sendiri.
Sambil menunggu Susi, aku mulai mengetik. Setengah jam berlalu, Susi tidak kunjung datang. Mungkin dia juga lelah. Mataku semakin lelah. Aku tidak kuat lagi. Akhirnya kuputuskan untuk tidur saja. Aku beranjak ke tempat tidur. Kulepas kaosku. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang kuhamparkan di lantai. Belum sempat mataku terpejam, terdengar suara ketukan. Itu pasti Susi. Ah, biarin saja, aku mau tidur. Dia pasti tidak berani masuk kamarku.
Tebakanku meleset. Pintu kamarku terbuka. Wajah Susi muncul. Dengan mengenakan rok sebatas lulut dia tersenyum kemudian melangkah masuk duduk di depan komputer. Susi memandangku. Dia minta maaf tidak lekas datang. Alasannya ngobrol dulu sama Henny dan sekarang Henny sudah tidur. Aku bangkit menghampiri Susi. Kutunjukkan berkas yang belum diketik.
Sekitar lima belas menit kami saling diam. Yang terdengar hanya jari-jarinya yang menekan keyboard. Kelihatan sekali dia agak malas. Dia menoleh padaku sambil menggelengkan kepala. Tiba-tiba dia beranjak ke tempat tidurku. Dia duduk bersila di pinggir kasur. Dia hanya tersenyum ketika aku melihat roknya tersingkap sampai kelihatan celana dalamnya. Aku menarik napas. Penisku yang hanya tertutup sarung bangun dari tidurnya. Aku berusaha merubah posisi dudukku, tapi dia sudah terlanjur melihat tonjolan di balik sarungku. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
"Baru lihat begini aja udah bangun," sindirnya, "Asyik ya tadi pagi sama Henny?"
Aku terkejut, dia kok tahu kejadian tadi pagi.
"Henny ngomong apa ke kamu..?"
"Nggak ngomong apa-apa. Aku cuma baca diary-nya aja. Kenapa? Penasaran, ya? Baca aja sendiri."
Matanya melirik ke daerah kemaluanku. Aku bingung harus ngomong apa. Akhirnya kudekati saja Susi yang masih menatapku. Aku berjongkok di depannya. Dia diam saja ketika kupegang lututnya. Kubalas tatapan matanya sambil tersenyum.
"Siapa yang penasaran. Jangan-jangan malah kamu yang penasaran. Atau.. kamu pingin kayak Henny, kali." jawabku menggoda.
Kugerakkan tanganku meraba pahanya. Susi memegang tanganku tapi tidak mencegahku. Kuteruskan rabaanku ke vaginanya. Belum sempat jariku menyentuh celana dalamnya, tiba-tiba dia meremas penisku dan mendorongku, "Kecil aja. Sok lu..!"
Aku terjengkang, tapi aku berhasil memegang tangan Susi yang beranjak menuju pintu. Aku berdiri, menarik tangan Susi kemudian memeluk tubuhnya dari belakang.
"Jangan bilang punyaku kecil kalau belum lihat."
Tangan Susi kutarik ke penisku, sementara tanganku yang satu memeluk perutnya. Susi meronta berusaha lepas dari pelukanku. Tenagaku lebih kuat. Kuseret tubuh Susi dan kuhempaskan ke kasur.
Susi jatuh telentang, roknya tersingkap menampakkan celana dalamnya. Gairahku mendadak bangkit. Penisku mulai mengeras. Aku mendekati Susi yang bersandar ke dinding. Mata Susi tertuju ke arah penisku, kemudian ke mataku.
"Mas, aku mau ke Henny. Kasihan dia sendirian."
"Kamu di sini aja sama aku. Jangan ganggu orang tidur."
Kumasukkan tanganku ke balik sarung. Kuraih penisku yang sudah tegang. Dari balik sarung, tanganku meremas-remas penisku. Susi melihat gerakan tanganku.
"Mas mau apa?" tanya Susi penasaran.
"Kamu pingin tahu?" aku balik bertanya, "Perhatiakan baik-baik."
Kuhentikan permainanku sejenak. Tanganku memegang gulungan sarung di perutku. Pelan-pelan aku membuka gulungan sampai longgar. Sambil memandang Susi, kulepaskan pegangan sarungku. Tidak sampai dua detik sarung yang melilit tubuhku langsung jatuh ke bawah. Susi menahan napas. Mulutnya terbuka, matanya melotot menyaksikan aku telanjang. Penisku yang keras mencuat dan mengarah ke Susi.
Aku berlutut, lalu maju selangkah sehingga jarakku dengan Susi dekat sekali. Susi masih bersandar ke dinding. Kedua kakinya berada di antara lututku. Matanya menatap penisku.
"Gimana menurut kamu, besar nggak..?" kataku sambil menyorongkan penisku ke wajahnya.
Ujung penisku menyentuh bibirnya. Tidak ada reaksi. Susi diam saja. Tapi aku tidak putus asa. Kugesek-gesekan penisku menyelusuri wajahnya dan terus ke bawah menggelitik lehernya. Mungkin karena geli dia segera meraih penisku.
Agak lama Susi memandangi penisku. Aku menunggu apa yang akan dilakukan Susi. Entah apa yang ada dalam pikirannya, yang jelas aku melihat Susi tersenyum. Kudorong pantatku ke depan. Ayunan penisku menyadarkannya. Akhirnya dengan gerakan yang lembut, tangan Susi yang mulai mengelus-elus batang panisku. Oh.. lembut sekali.
Susi membuka mulutnya. Hup, dalam sekejap penisku sudah masuk ke mulutnya. Kemudian lidahnya menari-nari melumat penisku. Sesekali dia menyedot penisku.
"Ohh.. sshh.." aku merintih nikmat.
Kugerakkan pantatku ke depan dan ke belakang. Bibir Susi yang menjepit kuat bergesek-gesekkan dengan penisku. Oh.., mulutnya terasa hangat mengulum penisku.
Birahiku langsung meninggi. Kutahan sebentar mulut Susi yang asyik dengan penisku. Posisi begini sulit bagiku untuk bergerak. Aku mundur selangkah sambil menarik Susi. Sekarang aku dan Susi sama-sama berlutut saling berhadapan. Tangannya masih masih menggenggam penisku. Matanya menatapku sayu. Bibirnya terbuka menantangku berciuman. Kudekatkan wajahku. Bibirku menyentuh bibirnya. Kulumat bibirnya dengan lembut. Susi menyambutku dengan gigitan kecil di bibirku.
Aku tidak mau kalah. Tanganku bergerak ke belakang melepas kaitan roknya. Dengan gerakan lembut, kuturunkan roknya. Kemudian tanganku menyusup ke balik CD-nya. Jariku langsung menyentuh bulu kemaluannya. Susi tidak menolak. Dia malah membuka pahanya memudahkanku menyentuh vaginanya yang sudah lembab. Dengan satu jari aku menggesek-gesek kelentitnya.
"Ngmm.. mmhhm.." rintihan Susi tertelan kuluman bibirku.
Tangannya balas meremas kuat penisku. Setiap kali kugesek kelentitnya, dia langsung membalas meremas penisku.
Kini tidak hanya satu jari. Dengan tiga jari tengahku, aku mengesek-gesek kelentitnya. Semakin lama gerakan jariku semakin cepat. Pantatnya bergoyang mengikuti irama jariku. Dari vaginanya keluar cairan pelumas membasahi vaginanya. Kenikmatan yang dirasakan Susi membuatnya melepaskan ciumannya.
"Nghh.. oohh.. uhh..!" rintihannya membangkitkan gairahku.
Tangannya mengocok kencang penisku. Agak lama juga adegan ini.
Tiba-tiba Susi melepaskan genggamannya. Ditariknya tanganku yang asyik meraba vaginanya. Dengan sedikit tenaga dia mendorong tubuhku. Pantatku terhenyak di kasur. Napas Susi memburu. Matanya memandang penisku. Kemudian tangannya bergerak cepat melepas celana dalamnya. Vaginanya yang berbulu lebat menyembul keluar.
Susi mendekatiku, kemudian duduk di pahaku. Tangan kanannya memegang pundakku dan tangan kirinya meraih penisku. Matanya menyiratkan nafsunya yang tidak dapat ditahan. Susi mengangkat pantatnya. Diarahkannya penisku ke tepat di bawah vaginanya. Kurasakan ujung penisku menyentuh mulut vaginanya. Susi menurunkan pantatnya. Sedikit demi sedikit penisku menembus vaginanya. Susi menahan napas sambil merintih. Matanya terpejam merasakan kenimatan tusukan penisku di vaginanya.
"Oohh..!" akhirnya vagina Susi melahap habis penisku.
Vaginanya yang basah oleh pelumas mudah sekali bagi penisku menembus vaginanya. Susi merangkul leherku. Wajahnya mendekat. Bibirnya yang terbuka segera kusambut dengan kuluman. Kami saling melumat lagi. Disedotnya bibirku dengan bernafsu. Kakinya menjepit pantatku. Tubuhnya mulai bergerak. Pelan tapi pasti dia mengangkat pantatnya.
"Aaahh..!" vaginanya bergesekan dengan penisku. Nikmat sekali.
Tanganku meremas dan menarik pantatnya. Penisku kembali menembus vaginanya. Meskipun pelan, tapi gesekkannya nikmat sekali. Birahiku semakin meninggi. Tanganku bergerak cepat melepas kaos dan BH Susi yang masih melekat di tubuhnya. Buah dada Susi memang tidak besar, tapi masih kencang, terpampang indah siap disantap. Putingnya yang hitam mencuat keluar menandakan birahinya menggelora.
Kedua tanganku langsung menyambutnya. Kuremas bukit kembar itu dengan pelan. Bibirku dan bibir Susi tidak lagi saling mengulum. Mulutku mendarat di buah dadanya. Puting susunya tidak kuberi ampun. Kulumat puting susunya, kemudian kusedot-sedot. Sesekali aku menggigitnya dengan bibirku.
"Ohh.. aahh.. sshh..!" tubuh Susi menggelinjang hebat.
Gerakan pantatnya semakin cepat. Vaginanya menjepit penisku kuat-kuat. Penisku berdenyut hebat. Benar-benar nikmat gesekan vaginanya.
"Ahh.. oohh.. sshh.. nikmat.."
"Auu.. terus Mas.. enak sekali.."
"Uughh.. oohh..!"
Tiba-tiba susi mendorong badanku, kemudian menindih tubuhku. Tangannya menjambak rambutku. Napasnya kian memburu. Keringat hangat membasahi seluruh tubuhnya. Aku tidak lagi mengulum putingnya. Hanya tanganku saja yang beringas meremas-meremas buah dadanya. Susi mendorong kuat-kuat pantatnya. Penisku terasa menghujam menyentuh bagian dasarnya. Kuremas dan kutarik pantatnta kuat-kuat setiap kali Susi menurunkan pantatnya.
"Uughh.. oohh.. sshh.."
"Teruss.. teruuss..!"
"Oohh.. ohh.. Mass..!"
Rintihan-rintihannya membuat birahiku memuncak. Penisku sudah maksimal. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Aku sudah tidak tahan ingin menembakkan spermaku. Pantatku ikut bergoyang hebat mengimbangi gerakan pantatnya. Setiap kali Susi mendorong pantatnya ke bawah, aku menyambutnya dengan mendorong pantatku ke atas. Kupercepat gerakanku dengan kecepatan maksimal. Susi juga mempercepat gerakannya. Tubuh kami sudah sama-sama panas. Aku memeluk tubuh Susi kuat-kuat. Aku meraskan spermaku mengalir di penisku. Kudorong ke atas pantatku kuat-kuat menyambut vagina Susi yang menjepit penisku.
Ohh.. sungguh luar biasa. Nikmat sekali. Tubuh Susi terhempas di atasku. Kupeluk tubuhnya yang bersimbah keringat. Kucium pipi dan telinganya.
"Nikmat sekali.. makasih, Sayank.." bisikku.
Susi mengangguk pelan. Napasnya masih tersengal. Kemudian dia berguling ke samping. Tubuhnya telentang di sampingku. Tangannya langsung menggenggam penisku.
"Kamu hebat..!" dia memandangku sambil tersenyum.
"Mas.. aku tidur sini aja, ya?"
"He-eh."
Aku tidak sempat melihat jam. Yang pasti sudah malam. Setelah itu kami tertidur pulas.
Tengah malam aku terbangun. Aku melirik jam. Pukul tiga lewat 12 menit. Di sebelahku Susi terbaring pulas. Lelah karena kenikmatan yang dia reguk bersamaku, membuat dia tidak sempat mengenakan apa-apa. Buah dadanya kecil seperti telur mata sapi. Vaginanya tertutup bulu yang lebat. Tidak kusangka aku dapat menikmati tubuh indah Susi. Tidak pernah kubayangkan penisku dapat merasakan jepitan vaginanya yang hangat. Susi yang berniat membantu mengetik, malah melayani nafsu birahiku yang selalu membara setiap melihat bagian vital wanita cantik.
Penisku kencang. Bukan karena terangsang, tapi karena ingin pipis. Segera aku beranjak. Cukup dengan sarung aku ke kamar mandi. Tidak sampai lima menit aku sudah kembali. Di depan pintu kamarku aku menginjak sesuatu. Setelah kulihat, ternyata jepitan rambut. Aku merenung. Susi yang berambut pendek tidak mungkin mengenakan jepit rambut. Jadi ini pasti milik Henny. Tapi kapan jatuhnya. Sewaktu di kamarku, rambut Henny dibiarkan terurai.
Aku mengerutkan kening. Jangan-jangan semalam dia terbangun karena terusik suara rintihan Susi, lantas keluar. Korden kamarku memang tidak dapat tertutup rapat. Aku yakin Henny pasti mengintip aku yang sedang berasyik masyuk dengan Susi. Ah biarin saja. Aku malah senang Henny dapat melihat adegan-adegan mesraku dengan Susi.
Tiba-tiba aku merasa mendapat firasat baik. Kemarin saja Henny mengulum penisku, padahal saat itu hanya melihat CD porno. Sedangkan tadi malam dia melihat langsung. Aku yakin dia pasti ingin merasakan kenikmatan seperti yang kuberikan pada Susi.
Aku segera menuju kamar Henny. Aku beruntung kamarnya tidak dikunci. Tanpa kesulitan sedikit pun aku masuk kamar Henny kemudian kututup lalu kukunci. Kulihat Henny tidur pulas. Kimono-nya tertutup rapat. Tapi aku melihat celana dalam dan BH-nya berserakan di lantai menutupi buku kecil yang terbuka. Ternyata buku diary. Buku inikah yang dimaksud Susi. Kubaca buku diary itu sambil duduk membelakangi Henny.
Tidak perlu dari awal. Cukup bagian yang berkaitan dengan diriku. Kusimpulkan saja begini, sebelum peristiwa yang kuceritakan di bagian pertama kisahku ini, ternyata Henny sudah tahu banyak tentang diriku. Dari siapa lagi kalau bukan dari Toto, adiknya. Dari Toto lah Henny tahu aktivitas-aktivitasku yang berkaitan dengan pelampiasan nafsu birahiku. Akhirnya Henny menyimpulkan bahwa aku ini tergolong laki-laki yang besar nafsu sex-nya.
Kemudian dia menambahkan dengan tinta merah, "Tapi aku lebih percaya bukti nyata daripada kata-kata adikku. Dan aku akan membuktikannya sendiri."
Aku tersenyum membacanya. Pada halaman berikutnya lebih seram lagi. Kemarin, sewaktu aku melihatnya telanjang di depan komputerku, ternyata sebelum tidur dia sempat memutar CD pornoku dan menggerayangi vaginanya sampai dia klimaks. Karena lelah Henny langsung tertidur dan tersadar saat aku meraba-raba buah dadanya, menjilat vaginanya, menggesek-gesekkan penisku ke vaginanya. Dia juga pura-pura ngecek pekerjaanku, padahal dia ingin menuntaskan permainan birahinya yang sempat terputus. Yang terbayang di matanya hanyalah kenikmatan penisku yang tegang menembus vaginanya. Dan kemarin Henny terpaksa hanya mengulum penisku dan menelan spermaku. Alasannya sudah pagi. Aku menghela napas.
Tinggal selembar lagi yang belum kubaca. Yaitu catatan hari ini. Sepanjang siang Henny tidak dapat konsentrasi. Yang diingat selalu penisku. Katanya, pacar pertama dan yang kedua, penisnya tidak sebesar penisku. Karena itulah dia berencana malam harinya ingin mengetik lagi di kamarku dengan harapan aku menggodanya. Tapi ternyata gagal karena ada Susi. Aku menarik napas panjang.
Masih ada halaman terakhir. Halaman inilah yang membuat jantungku berdebar-debar. Bagaimana tidak. Dugaanku ternyata benar. Henny melihat adegan mesraku dengan Susi. Dan dia benar-benar terangsang. Dia mengaku, setelah puas menikmati tontonan yang mengasyikkan, dia segera ke kamar kemudian melepas semua pakaiannya. Sambil membayangkan penisku, Henny mengocok sendiri vaginanya dengan pisang setengah matang yang dia ambil di dapur sebelum dia masuk ke kamar.
Di akhir halaman diary-nya dia menutup dengan kalimat. "Aku sungguh berharap seandainya Mas Alif ada di kamar ini, aku akan pasrah mereguk kenikmatan dari penisnya yang kukagumi kehebatannya."
Hampir-hampir aku tidak percaya membaca tulisan Henny. Benarkah dia menginginkan penisku? Bukankah sekarang aku ada di kamarnya. Kututup buku diary Henny dan kuletakkan di sampingku.
Bulu romaku merinding. Bukan karena membayangkan ucapan Henny di diarinya, tapi karena ada sesuatu yang merambat di tubuhku. Sepasang tangan lembut menggerayang dadaku dan meraba puting susuku. Sepasang bibir mengecup tengkukku. Desahan napasnya terasa hangat menghembus sampai ke telinga.
"Mass.." Hanny memelukku erat.
Buah dadanya yang besar terasa kenyal mengganjal punggungku. Aku menoleh ke belakang. Henny menatapku. Bibirnya tersenyum kemudian terbuka. Kumiringkan badanku. Kusambut bibir Henny dengan mengecupnya. Henny balas mengulum dan menyedot bibirku. Aku merinding. Jari Henny mengelus-elus puting susuku. Sesekali dia memijatnya pelan. Sambil menyedot lidahku, tangan Henny meluncur ke perut. Dibukanya gulungan sarungku, kemudian tangannya meraih penisku. Dengan lembut Henny meremas-remas penisku. Birahiku bangkit. Penisku mulai mengeras. Semakin diremas semakin kencang.
Aku juga tidak mau ketinggalan. Tanganku ke belakang meraih buah dadanya. Kuremas buah dadanya yang menggelantung indah. Oh.. empuk sekali. Saking montoknya buah dada Henny sampai telapak tanganku tidak sanggup meremas semuanya. Tanganku menggerayangi buah dada satunya. Bukit kembar Henny terasa mulus saat tanganku berputar-putar merabanya. Puting susunya yang mencuat merah kupilin-pilin dan kutekan-tekan. Tubuh Henny bergoyang. Putingnya bergesekan dengan punggungku. Oh.., lembut sekali.
Kutarik tanganku ke bawah. Jariku langsung menyentuh bulu kemaluannya. Henny mengangkat pantatnya saat jariku menekan kelentitnya. Kutekan lagi kelentitnya sambil kujepit dengan dua jari.
"Nggmm.. Mass..!" Henny balas meremas penisku.
Bibirnya terus berpagutan dengan bibirku. Matanya terpejam menikmati gesekan-gesekan jariku di kelentitnya. Kutekan jariku agak ke bawah menyentuh liang vaginanya. Tubuh Henny menggelinjang saat ujung jariku menyusup ke dalamnya. Tangannya meremas kuat penisku.
Saat remasan di penisku agak melemah, jariku yang masuk sedalam satu centi kuputar mengelilingi liang vaginanya.
"Aaahh.. sshh..!" Henny merintih nikmat sambil mengocok penisku.
Kulirik penisku sangat tegang. Botak penisku membesar seperti mau meledak. Pantatku bergoyang mengikuti irama kocokan tangannya. Kudorong lagi jariku menembus vaginanya.
"Oohh..!" pantat Henny bergoyang ke depan menyambut tusukan jariku.
Vaginanya menelan jariku sampai ke pangkal. Cairan pelumas yang mengalir keluar memudahkan gerakkan jariku keluar masuk menggesek vaginanya. Henny mengerang merasakan kenikmatan gesekan jariku.
Tiba-tiba Henny melepaskan penisku. Tanganku yang asyik mengocok vaginanya ditarik sampai lepas. Aku segera membalikkan badan. Di depanku, Henny duduk menyandarkan kedua tangannya ke belakang. Kaki terbuka lebar. Aku terpana melihat tubuh Henny yang telanjang bulat. Matanya sayu memandangku. Buah dadanya montok menggelantung menggodaku untuk meremasnya. Puting susunya mencuat menantang mulutku. Kemudian mataku terpaku pada bukit kecil yang ditumbuhi rambut-rambut kecil. Posisi duduknya membuat vaginanya terkuak. Kelentitnya yang merah mengkilat karena basah oleh cairan pelumasnya. Liang vaginanya juga basah. Aku menelan ludah. Penisku berdenyut-denyut ingin cepat-cepat menyusup ke vaginanya.
"Maass.." Henny menatapku sayu.
Pahanya dibuka lebar-lebar. Vaginanya terpampang indah. Benar-benar pemandangan yang menggairahkan. Aku merangkak mendekatinya. Kudekatkan bibirku ke wajahnya. Henny menyambut mengulum bibirku. Kemudian bibirku merambat turun ke dadanya. Kujulurkan lidahku berputar menyapu bulatan buah dadanya. Semakin lama putaran lidahku semakin ke tengah. Henny mengelus kepalaku saat lidahku menyapu puting susunya.
"Nghh.. sshh.. uuhh..!" Henny mengerang nikmat merasakan lidahku menari-menari membasahi putingnya.
Kugerakkan lidahku menyusuri buah dada satunya. Kali ini mulutku langsung melahap putingnya. Kusedot pelan-pelan puting susunya yang sudah mengeras itu.
"Oohh.. Mass.. nikmat..!" Henny membenamkan wajahku ke bukit kembarnya.
Aku langsung membalasnya. Kuremas buah dadanya sambil kusedot puting susunya kuat-kuat.
"Aauugh.. eengghh.. sshh..!"
Sekitar lima menit mulutku bermain-main di buah dadanya. Sambil terus meremas buah dadanya, aku merebahkan tubuh Henny. Pahanya terbuka menantang memancing birahiku melumat vaginanya. Aku menundukkan kepala mencium vaginanya. Erangannya mengiringi lidahku yang menjilat-jilat kelentitnya. Aroma vaginanya membangkitkan nafsuku. Cairan pelumas yang mengalir keluar menyatu dengan liurku menambah kenikmatan tersendiri bagiku.
"Oohh.. sshh.. eehh..!" pantat Henny bergoyang merasakan ujung lidahku menggelitik liang vaginanya.
Erangan-erangannya semakin membuatku beringas. Cairan yang keluar dari vaginanya semakin banyak. Dari mulutku terdengar seruputan di vaginanya. Kusedot vaginanya kuat-kuat. Aku tidak perduli dengan wajahku yang basah karena belepotan cairan vaginanya. Yang kuinginkan hanya satu. Aku ingin memberikan kepuasan dengan sedotan-sedotanku. Henny masih berusaha menarik pantatnya. Tapi aku menahannya dengan memeluk pahanya erat-erat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang. Tangannya menjambak rambutku.
"Ooohh.. Mas.. uughh..!" Henny mengerang panjang.
"Ssyurr.. ssyurr.. ohh..!" cairan hangat megalir dari vaginanya.
Lidahku langsung menyambutnya dengan menghirup dan menjilatnya. Oh.. sedap sekali. Babak pertama telah usai. Cukup dengan melahap vaginanya, Henny kubuat kelabakan.
Sekarang babak kedua. Aku merangkak di atas tubuh montok yang telentang pasrah. Pahanya terbuka siap menerima serangan berikutnya. Matanya melirik penisku yang terayun-ayun. Diraihnya penisku dan diarahkan ke vaginanya. Penisku yang sudah keras itu digesek-gesekkan ke kelentitnya. Setelah dirasa cukup barulah ditancapkan di liangnya.
Henny membuka pahanya lebar-lebar. Kudorong pantatku pelan-pelan. Tanpa mengalami kesulitan penisku amblas menembus sampai ke dasar. Henny merintih pelan. Matanya sayu menatapku. Buah dadanya naik turun mengikuti irama napasnya. Aku tidak mau buang-buang waktu. Kulahap buah dada montok itu. Kusedot-sedot dan kugigit-gigit puting susunya. Kuangkat pantatku sedikit. Gesekan penisku dan jepitan vaginanya terasa nikmat sekali. Henny meremas dan menarik pantatku. Penisku amblas lagi menembus vaginanya. Oh.. enak sekali.
Aku terus menggerakan pantatku naik turun. Penisku yang mengocok-ngocok vaginanya terasa berdenyut-denyut. Cairan pelumas yang meleleh dari vaginanya menghangatkan penisku. Meski vaginanya terasa licin, tapi tetap saja enak. Penisku lebih leluasa keluar masuk. Tusukan-tusukanku jadi semakin cepat. Kudorong pantatku kuat-kuat. Ujung penisku menyentuh bagian yang terdalam. Henny menggelinjang hebat. Pantatnya bergoyang ke kiri ke kanan menyambut kocokan penisku.
"Auuhh.. ooghh.. uughh..!" kocokan penisku yang semakin cepat membuatnya Henny mengerang-erang.
"Gigit Mass..! Sedot yang kuat Mass..! Oogh..!" jerit Henny sambil membenamkan wajahku ke buah dadanya.
"Oughh.. augh.. Mass.. enak sekali.. Mas Alif..!"
Tubuh Henny meliuk-liuk seperti cacing kepanasan. Keringatnya bercucuran sampai membasahi sprei kasurnya. Napasnya tersengal-sengal. Henny benar-benar merasakan kenikmatan yang sangat.
"Mass.. oogghh Mas.. oogghh..!" tiba-tiba Henny memelukku erat sekali.
Kakinya diangkat kemudian menjepitku. Penisku jadi agak seret. Kudorong penisku lebih kuat. Pantatnya terangkat tinggi-tinggi menyambut penisku yang menghujam kuat.
"Mass.. Hennyy nggaakk kuaatt.. uughh..!"
Goyangan pantatnya semakin menggila. Sodokan-sodokan penisku disambut dengan jepitan vaginanya.
"Maas.. Oogghh.. yang cepat lagi..!"
Aku mengerahkan seluruh energiku. Kudorong pantatku kuat-kuat. Kepala penisku terasa membesar. Denyutannya terasa semakin hebat. Aku semakin tidak sabar menanti lama-lama. Henny sudah seperti orang kesurupan. Wajahnya mendongak ke atas menikmati kocokan penisku. Mulutnya mengerang keenakan semakin membuatku beringas.
Tubuhnya tiba-tiba mengejang hebat.
"Ooghh.. aauu.. shh.. enak sekali.. ohh..! Mass.. uughh.. Henny.. ugghh..! Nggak kuat.. Mas..! Uugh.. Mass..! Hennyy ngaak kuatt.. aughh..!" vaginanya menjepit kencang sekali.
"Serr.. serr.. serr.." dari dalam vaginanya cairan hangat menyembur menyiram penisku.
"Ough.. Henyy..!" aku ikut merintih nikmat.
Penisku berdenyut kuat. Spermaku sudah di ujung penis. Sebentar lagi detik-detik kenikmatan akan kureguk bersama semprotan spermaku di vaginanya. Aku sudah tidak kuat lagi. Cairan hangat dari vagina Henny memaksaku menyudahi permainkanku.
"Ouhh.. uugghh.. Henny.. aku nggak kuat lagi..!" kubenamkan dalam-dalam penisku menghujam vaginanya. Akhirnya pertahananku bobol.
Spermaku menyembur deras menembak kuat vaginanya. Jeritan kenikmatan mengiringi semburan spremaku. Aku terkulai lemas di atas tubuh Henny. Buah dadanya yang montok mengganjal hangat dadaku. Henny tersenyum sambil mencubit hidungku.
"Mas.. nghmm..!" mulutnya mendesah mengulum bibirku.
Kusambut kulumannya dengan mesra.
"Makasih ya, Mas," Henny melepas ciumannya, "Nikmaat.. banget."
"Aku juga Henn.."
Aku berguling ke samping. Kulirik buah dadanya yang montok itu. Sungguh luar biasa. Akhirnya kesampaian juga aku menikmati tubuh Henny yang seksi. Buah dadanya benar-benar kenyal. Apalagi vaginanya. Jepitannya kuat dan hangat sekali. Aku terpejam, ngantuk sekali. Aku tidak sempat melihat jam. Kupejamkan mataku metutup malam kenikmatan bersama gadis cantik di sampingku.
Begitulah teman-teman. Akhirnya Henny kembali sibuk dengan kuliahnya, meninggalkan kenikmatan indah yang tidak mungkin kulupa. Ada pun Susi, setelah peristiwa itu menghilang entah ke mana. Kabar terakhir dari surat Henny, sekarang dia tengah hamil 6 bulan. Saat itulah aku baru tahu ternyata Susi sudah menikah saat berhubungan badan denganku. Ya Tuhan.
TAMAT